Kemendagri Sosialisasikan SE Mendagri Tentang Pembinaan Kepegawaian kepada Pj KDh

Kemendagri Sosialisasikan SE Mendagri Tentang Pembinaan Kepegawaian kepada Pj KDh
Sekjen Kemendagri Suhajar Diantoro saat menyosialisasikan SE Mendagri secara virtual, Jumat (23/9/2022). (Foto : Dok. Kemendagri/Bisanews).

JAKARTA | Bisanews.id | Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menggelar sosialisasi tentang Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri (Mendagri) tentang Persetujuan dalam Aspek Kepegawaian Perangkat Daerah kepada Pelaksana Tugas (Plt), Penjabat (Pj), dan Penjabat Sementara (Pjs) Kepala Daerah (KDh).

Sosialisasi yang dipimpin langsung Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendagri Suhajar Diantoro dilaksanakan, Jumat (23/9/2022), secara virtual, dan diikuti para Pj dari berbagai daerah.

Disebutkan, sosialisasi bertujuan untuk membangun pemahaman bersama antara Kemendagri dengan Plt, Pj, maupun Pjs KDh.

Suhajar menjelaskan, terbitnya SE Nomor 821/5492/SJ untuk merespons banyaknya Pj kepala daerah, baik gubernur maupun bupati/wali kota yang telah dilantik.

Menurut Suhajar, Pj, Plt, dan Pjs KDh memiliki kewenangan terbatas, termasuk dalam menyetujui pemberian sanksi kepada Aparatur Sipil Negara (ASN) yang melanggar hukum, dan menandatangani persetujuan mutasi pegawai antardaerah. Keterbatasan itu, mengharuskan Pj kepala daerah mengajukan izin kepada Mendagri dalam mengambil kebijakan tersebut. Akibatnya, berkas pengajuan izin dari Pj kepala daerah menumpuk di Kemendagri.

Karena itu, lanjutnya, untuk mempercepat proses pelayanan dan mengefisiensikan penyelenggaraan pemerintahan, Kemendagri menyederhanakan proses tahapan yang memerlukan persetujuan Mendagri tersebut. Penyederhanaan itu dilakukan dengan lebih dulu melakukan pendataan terhadap tahapan yang dinilai dapat diringkas.

Suhajar menjelaskan, SE tersebut hanya memberikan persetujuan kepada Plt, Pj, maupun Pjs kepala daerah secara terbatas. Hal ini meliputi dua poin yang dijelaskan pada bagian nomor 4 huruf (a) dan (b) yang diatur dalam SE tersebut.

Pertama, katanya, persetujuan untuk melakukan pemberhentian, pemberhentian sementara, dan penjatuhan sanksi bagi ASN yang melanggar disiplin atau tindak lanjut proses hukum sesuai peraturan perundang-undangan.

Suhajar menjelaskan, alasan proses tersebut menjadi bagian yang disederhanakan. Menurutnya, penjatuhan sanksi terhadap ASN yang melanggar disiplin atau tersandung masalah hukum merupakan langkah yang harus diambil. Apabila pegawai yang bersangkutan keberatan terhadap persetujuan sanksi yang ditandatangani, maka tetap dapat mengajukan banding ke pihak kepegawaian sesuai peraturan.

Baca Juga:  Alhamdulillah, Mesjid Agung Sudah Bisa Digunakan Umat Islam untuk Tunaikan Ibadah Shalat Berjamaah

“Lalu orang mengatakan kan harus izin? Itukan surat izin, itulah surat izinnya, maka kami mendelegasikan kewenangan itu, maka surat yang kami kirim itu adalah pemberian izin,” terang Suhajar.

Dia menegaskan, pemberhentian sementara ASN yang ditahan karena menjadi tersangka tindak pidana diatur dalam Pasal 88 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN. Kebijakan tersebut juga diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS).

“Kalau sudah menjadi tersangka, sudah perintah pengadilan, menurut kami izin yang kami tanda tangani itu hanya administrasi tambahan, toh wajib juga ditandatangani oleh Pj. Inilah yang menurut kami berdasarkan Surat Edaran ini memberikan izin kepada Pj untuk menandatangani dokumen kepegawaian tersebut,” jelasnya.

Kemudian, lanjutnya, persetujuan kedua yang diatur dalam SE, yakni menyangkut penandatanganan persetujuan mutasi pegawai antardaerah dan antarinstansi pemerintah, sesuai ketentuan dan persyaratan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dia menegaskan, persetujuan mutasi tersebut bukan merupakan Surat Keputusan (SK) mutasi.

Suhajar menjelaskan alasan diberikannya persetujuan kepada Plt, Pj, dan Pjs kepala daerah untuk menandatangani berkas persetujuan mutasi pegawai. Ini mekanisme mutasi antardaerah dan antarinstansi itu mensyaratkan adanya persetujuan pindah dari daerah tugas sebelumnya maupun daerah penerima atau yang dituju.

“Setelah Bapak (Pj) menandatangani persetujuan si A pindah dari daerah Bapak, kemudian Pj di sebelah sana menyetujui, surat itu kan dikirim ke (Ditjen) Otda (Otonomi Daerah), diproses di (Ditjen) Otda, dikirim ke BKN. (Kemudian) keluar Pertek (Pertimbangan Teknis) BKN, baru balik ke (Ditjen) Otda, Dirjen Otda tanda tangan lagi. Jadi saya tidak pernah meragukan rekan-rekan Pj ini, ini baru persetujuan, proses setuju, bukan SK pindahnya, sangat prosedural,” terangnya.

Baca Juga:  LAMR Lepas Keberangkatan Masyarakat Adat ke Jakarta Untuk Perjuangkan Haknya

Karena itu, Suhajar menegaskan, ketentuan Pasal 73 ayat (4) UU tentang ASN tetap berlaku. Artinya, mutasi PNS antarkabupaten/kota maupun provinsi dan antarprovinsi ditetapkan Mendagri setelah memperoleh pertimbangan Kepala BKN.

“Itu tetap, jadi yang dikasih kewenangan apa? Ya itu surat persetujuannya saja,” ujarnya.

Di lain sisi, tambahnya, meski diberikan persetujuan tertulis terkait dua kebijakan tersebut, Plt, Pj, maupun Pjs kepala daerah tetap harus melaporkannya kepada Mendagri paling lambat 7 hari setelah langkah itu diambil.

Writer: RambeEditor: Abdul Muis