Medan | Bisanews.id | Sejumlah tokoh Kabupaten Batu Bara dalam perbincangannya di kediaman Prof. Dr. H. OK. Saidin, SH, M.Hum membangun gagasan untuk mendirikan lembaga pendidikan yang tak lagi berlandaskan pada gelar akademik tetapi berdasarkan kecakapan, keahlian, talenta dan kemampuannya untuk menjawab kebutuhan lapangan kerja.
Seperti diketahui, dunia pendidikan dapat dikembangkan melalui jalur formal dan non-formal. Kecenderungan lulusan pendidikan formal selama ini kerap kali sulit menembus pasar dunia kerja. Mereka yang lulus pendidikan formal kerap kali harus berlatih dan diajarkan lagi untuk bidang-bidang yang berkaitan dengan pekerjaannya. Bahkan tak jarang pula mereka yang lulus dari program studi ilmu hukum, tapi bekerja di sector pertanian dan pemasaran. Ada semacam ketidak-tersambungan ilmu yang diperoleh pada lembaga pendidikan formal dengan dunia kerja.
Itulah sebabnya kemudian Kementerian Pendidikan dan KebudayaanRiset dan Teknologi menggagas Merdeka Belajar-Kampus Merdeka. Para mahasiswa diberi peluang untuk ikut belajar di luar kampus, di luar program studi dengan ikut berpraktek pada perusahaan-perusahaan untuk sedikitnya 20 SKS.
Hasil mengikuti praktek pemelajaran di luar kampus atau di luar Program Studi (Prodi) itu akan diterima dan disetarakan dengan SKS pada Prodi yang bersangkutan. Tentu saja hal ini maksudnya agar para lulusan Perguruan Tinggi dapat “nyambung” dengan dunia kerja.
Bagaimana dengan nasib mereka yang tidak memiliki ijazah. Ada lebih dari 50 % angkatan kerja Indonesia yang tidak mendapat kesempatan untuk menyelesaikan studinya di Perguruan Tinggi. Demikian pula ada di antara mereka yang tidak sempat menyelesaikan studinya pada tingkat sekolah lanjutan atas dan menengah, bahkan ada yang tak tamat Sekolah Dasar.
Di sinilah perlunya hadir lembaga pendikan yang tak lagi berlandaskan pada gelar akademik, tapi berdasarkan kecakapan, keahlian, talenta dan kemampuannya untuk menjawab kebutuhan lapangan kerja tersebut.
“Lembaga itu kita beri nama ‘village college’ atau ‘village university’, artinya universitas desa. Metode pengajaran dan ketentuan peserta didiknya berbeda dengan universitas atau perguruan tinggi biasa pada umumnya, dan akan memberikan mata pelajaran berdasarkan bidang yang diminati pelajarnya. Universitas desa ini bisa mengajarkan berbagai bidang studi berdasarkan bakat peserta atau yang diminatinya, bahkan bisa menerima pelajar tanpa persyaratan ijazah,” ungkap Prof. Dr. H. OK. Saidin, SH, M.Hum saat melontarkan gagasan tersebut dalam perbincangan sembari makan siang di joglo beranda atas rumah kediamannya di kawasan Medan Selayang, Kota Medan, Minggu (4/9/2022) siang.
BERKUMPUL
Siang itu berkumpul sejumlah putera daerah Kabupaten Batu Bara yang berdomisili di Medan, yang terlaksana tanpa perencanaan melainkan secara kebetulan saling ajak melalui sambungan telepon, dengan judul “makan siang sambil bakar ikan”. Sebagian ikan memang didatangkan dari Batu Bara pagi itu, sedangkan sebagian lainnya beserta lauk-pauk dan ulam disiapkan oleh Bu Ina, istri Prof OK Saidin.
Hadir di sana Bupati Batu Bara Ir. H. Zahir, M.AP yang meluncur dari Batu Bara usai menghadiri sebuah acara sunat massal di sana. Hadir pula Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Batu Bara H. OK. Faizal, SE, wartawan senior yang juga pengurus PWI Sumatera Utara Azrin Marydha, Ahmadan Khair yang cekatan dalam mendatangkan ikan dan kerang, serta Muhammad Akbar seorang notaris yang kebetulan sedang berkunjung di rumah Prof OK Saidin sebagai dosennya. Semua yang hadir adalah dalam kapasitas sebagai putera Batu Bara. Selain itu, turut pula Faris Bashel praktisi perguruan tinggi kolega Prof OK Saidin. Kesemuanya memang selama ini sudah saling akrab.
Awalnya sembari menunggu hidangan disiapkan, mereka berbincang lepas tanpa topik pembicaraan yang terarah. Dari perbincangan yang umumnya sering terjadi saat berjumpa kawan lama, diselingi cerita-cerita humor dan kelakar diiringi tawa, hingga melebar tetapi secara selintas-selintas. Sebutlah, dari mulai bagaimana baiknya membangun perekonomian masyarakat Batu Bara, bagaimana membangun ifrastruktur yang baik, hingga berbagai hal. Termasuk bagaimana sebenarnya banyak anak-anak Batu Bara yang cerdas dan bisa menjadi terampil di bidang-bidang tertentu jika mendapat pelatihan yang terus-menerus secara praktek di lapangan.
“Rumah saya ini, yang mengerjakan termasuk anak-anak muda dari Kecamatan Lima Puluh, Batu Bara. Bukan orang-orang jauh,” ungkap Prof OK Saidin yang membuat OK Faizal terperangah keheranan.
Keheranan Faizal tak mengherankan, sebab baik besarnya, tingkat, bentuk serta formasi ruang dan bagian-bagian seperti kamar-kamar tidur, ruang tamu, ruang keluarga, dapur, ruang fasilitas bersantai dan lainnya memang terkesan sangat berbeda dengan bangunan lain pada umumnya, yang menurut pengamatan banyak orang pastilah dikerjakan oleh orang yang berpendidikan tinggi atau paling tidak berpengalaman secara luas dalam bidang Teknik bangunan.
Tapi OK Saidin menegaskan, rumah ini dibangun oleh putera Batu Bara yang tak punya ijazah, bahkan pimpinan proyeknya tak memiliki ijazah SD. OK Saidin melatihnya sejak kecil, dari nol. Mulai jadi tukang aduk semen, sampai akhirnya bisa membangun hotel, plaza dan Kelenteng terbesar di Asia Tenggara.
Berada di rumah Prof OK Saidin sulit disebutkan apakah sedang di rumah, di hotel, di villa atau bangunan lainnya karena memang ‘serba berbeda’.
Tak hanya OK Faizal, beberapa lainnya juga tampak keheranan seolah tak percaya, kecuali Azrin Marydha yang memang sejak awal pembangunan rumah tersebut sudah tahu bahwa rombongan tukang yang mengerjakannya adalah warga dari kampungnya di Batu Bara.
“Termasuklah Darwis dan Bang Pendi (Effendi) tukangnya, yang terbilang keluarga sendiri,” celetuk Azrin yang membuat OK Faizal menoleh kepadanya dengan mimic wajah seolah tak percaya.
Prof OK Saidin lalu bercerita, bagaimana Darwis yang semula tidak memiliki keahlian apa-apa hingga mampu menjadi seorang kepala tukang yang termasuk memiliki skill bagus setelah secara tekun ikut terus bekerja di bidang bangunan rumah atau gedung. Diawali dari sebagai kernet (anak buah tukang) dengan tugas mengangkat batu bata atau bahan bangunan lainnya, belajar membuat perbandingan takaran semen dan pasir dan mengaduknya, hingga belajar memasang batu bata.
“Tapi dia memang meminati bidang itu. Setahap demi setahap, akhirnya ia menjadi mahir bahkan dapat dipercaya mengepalai dalam pembangunan rumah atau gedung. Bahkan dapat membuat berbagai variasi bangunan. Jadi rumah ini, Darwis, Bang Pendi, dan anggota-anggotanya juga orang kampung kita, hampir semua,” Prof OK Saidin menekankan.
“Wah, apa iya itu. Gak nyangka saya. Saya kalau mau membangun yang memerlukan bentuk khusus dan ingin lebih baik, selalu mikir mendatangkan tukang dari jauh …. (ia menyebut sebuah nama pulau). Kalau tau ada di kita sendiri, untuk apa dari jauh-jauh,” ujar OK Faizal memecah rasa herannya.
“Jadi, kita perlu mendirikan sebuah village college atau village university, universitas desa,” tukas Prof OK Saidin kemudian.
Perbincangan sempat terhenti karena sibuk menata hidangan makan siang, dan setelah itulah Bupati Ir. H. Zahr, M.AP pun tiba di tempat. Tak berlama-lama, makan siang pun dimulai, masih sembari berbincang lepas diselingi humor-humor segar.
Usai santap, gagasan mendirikan unuversitas desa pun dibuka kembali. Menurut Prof OK Saidin, “kita perlu segera mendirikan universitas desa tersebut, agar dapat mendidik putera-puteri Batu Bara khususnya, di bidang sesuai apa yang diminati atau bakat masing-masing”.
“Kita terima mereka mendaftar tanpa disyaratkan ijazah. Usianya sebaiknya paling tidak berkisar 20 tahun sampai dengan 30 Tahun, diutamakan yang putus sekolah dan para penganggur. Nanti kita tanya, mau jadi apa atau bidang apa yang diminatinya. Misalnya dia bilang, ‘saya mau jadi montir’. Kita latih dia sampai jadi montir, kita kerja sama dengan bengkel-bengkel yang sesuai.
Sambil belajar dia praktek ikut bekerja di bengkel tersebut, sehingga terjalin pula kerja sama saling menguntungkan. Karena si anak tadi memang minat dan keinginannya jadi montir, tentu dia akan sungguh-sungguh dan yakin akan berhasil jadi montir yang skill,” tutur Prof OK Saidin.
“Atau ‘oh, saya mau jadi peternak ayam yang sukses’. Setelah kita didik teori dan ilmu peternakan, kita latih dia di peternakan ayam. Kita kerja sama dengan perusahaan peternakan ayam yang ada, terutama di Batu Bara sendiri. Ada 5 orang misalnya, kita ikutkan bekerja di peternakan. Mereka belajar melakukan perawatan ayam, bagaimana mencampur dan takaran obatnya, bagaimana mengatur suhu udara dan sebagainya. Jika misalnya dia punya modal seberapalah, kita carikan cara dia bisa ikut menyertakan modal sehingga sekaligus dia belajar bisnisnya. Dengan begitu mereka akan serius bekerja sambil belajar. Dari mulai belajar merawat ayam sampai dia bisa menjadi peternak atau pengusaha peternakan ayam,” tambahnya menjelaskan.
Begitu pula kalau ada yang mau jadi pembalab misalnya, universitas desa ini bisa bekerja sama dengan organisasi motor semacam IMI (Ikatan Motor Indonesia). Di sana mereka tadi dilatih kemahiran, ditempa hingga kelak menjadi pembalab andal.
“Seperti juara Golf yang kesehariannya menjadi kedi, kenapa tidak para pemuda pemudi kita yang menganggur itu kita latih. Mau jadi tukang jahit, tukang pangkas atau mengasuh anak atau orang-orang jompo,” ujarnya lagi.
Dan gagasan ini pun mendapat support oleh semua yang hadir, termasuk Bupati Ir. H. Zahir, M.AP. Dan alhasil, semua sepakat untuk memulai rencana mendirikan universitas desa di Kabupaten Batu Bara. Selain itu, semua juga sepakat secara bersamaan merencanakan mendirikan Universitas Batu Bara yang standard, diawali dari mendirikan Yayasan yang diharapkan kelak dapat menjadi cikal-bakal Universitas Negeri di Batu Bara.
“Ini gagasan baik untuk pendidikan generasi muda Batu Bara dan membangun Kabupaten Batu Bara khususnya. Kita perlu segera mulai ini,” begitu ucap Ir. H. Zahir, M.AP yang diaminkan semua yang hadir.
Pertemuan itu sendiri diakhiri dengan mengunjungi perpustakaan Prof. Dr. H. OK. Saidin, SH, M.Hum yang saat ini sudah dapat digunakan, sembari berjalannya resgristrasi dan penyusunan sekitar 9.000 judul buku pada rak-rak buku yang tersedia. (amar)





